Archive for the ‘Nabi-nabi’ Category

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. (QS. 18:60)

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.(QS. 18:65)

Kenapa Musa yang hebat itu, yang memiliki sembilan buah mu’jizat dan berbicara langsung dengan Allah di Puncak Sinai masih diperintahkan untuk berguru kepada Khidr? Ternyata Musa dianggap oleh Allah belum memiliki kualitas kesabaran yang semestinya. Apalagi dalam menghadapi Bani Israil yang terkenal sangat cerewet dalam beragama.

pada saat Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”(QS. 18:66)

Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”(QS. 18:67-68)

Sungguh mendalam sekali dialog dua orang Hamba Allah itu. Musa yang sedemikian hebat bisa diprediksi oleh Khidr tidak akan bisa bersabar mengikutinya, karena ilmunya belum cukup. Ternyata kesabaran bisa dilakukan jika seseorang memiliki ilmunya. Jika tidak maka dia hanya bisa menyabar-nyabarkan diri saja. Terpaksa bersabar.

Hal ini terbukti selama mengikuti Khidr Musa sering protes kepadanya, ketika saat Khidr melakukan sesuatu yang dianggapnya tidak masuk akal. Sedangkan sesuatu itu dikatakan masuk akal atau tidak bergantung kepada sejauh mana ilmu yang dimilki oleh seseorang. Karena itu Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan mengandalkan akal sehat untuk menjalankannya, agar semuanya berjalan dengan baik.

Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku” Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.  Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu’min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. 18: 71-82)

Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.(QS. 3:7)

Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?(QS. 11:24)

Wallahu’alam.


Ibrahim AS

Posted: 15 Juni 2009 in Nabi-nabi

Ibrahim AS termasuk salah seorang nabi. Ketika dia masih muda dan tidak seorang pun di sekitarnya yang mengingatkan dia akan adanya Allah, dia telah memperhatikan langit. Dengan cara ini, dia mengetahui bahwa Allah telah menciptakan segalanya. Hal ini difirmankan dalam Al Qur’an sebagai berikut:

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, ”Saya tidak suka yang tenggelam.”

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia pun berkata, ”Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah itu bulan itu terbenam. Ibrahim bertkata, ”Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”

Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit dia pun berkata, ”Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Namun tatkala matahari itu telah terbenam, Ibrahim berkata, ”Hai kaumku, sesungguhnya aku melepaskan diriku dari apa yang kita persekutukan!”

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS Al-An’aam: 76-79)

Ibrahim AS berkata kepada umatnya agar tidak menyembah tuhan selain Allah:

Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, ”Apakah yang kita sembah?”

Mereka menjawab, ”Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya.”

Berkata Ibrahim, ”Apakah berhala-berhala itu mendengar (doamu) sewaktu kita berdoa kepadanya?”

”Atau dapatkah mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudarat?”

Mereka menjawab, ”Bukan karena itu. Sebenarnya kami melihat nenek moyang kami berbuat demikian.”

Ibrahim berkata, ”Maka apakah kita memperhatikan apa yang selalu disembah

(oleh) kita dan nenek moyang kita dahulu itu?

Sesungguhnya apa yang kita sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta Alam,

Yaitu Tuhan yang telah menciptakan aku, maka Dia-lah yang menunjuki aku,

Dan Tuhanku, Yang memberi makan dan minum kepadaku,

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,

Dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),

Dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (QS Asy-Syu’araa’: 69-82)

Musuh-musuh Ibrahim berusaha membunuhnya ketika Ibrahim menyeru mereka untuk beriman kepada Allah. Mereka membuat api unggun yang besar dan melemparkan Ibrahim ke dalamnya. Tetapi Allah melindungi Ibrahim dan menyelamatkannya dari api. Ini dikisahkan dalam Al Qur’an sebagai berikut:

Maka tidak ada jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan, ”Bunuhlah atau bakarlah dia.” Lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada kejadian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. (QS Al-‘Ankabuut: 24)

Kami berfirman, “Hai api, dinginlah, dan selamatkanlah Ibrahim!” (QS Al-Anbiya: 69)

Allah-lah Yang menciptakan dan mengendalikan segalanya. Dengan kehendak Allah, api tersebut tidak membakar Nabi Ibrahim. Ini adalah mukjizat dari Allah dan wujud dari kekuasaan-Nya. Segalanya di bumi ini terjadi atas kehendak Allah. Tidak ada yang bisa terjadi tanpa kehendak dan kendali Allah. Jika Dia tidak menghendakinya, tak seorang pun yang bisa menyakiti atau membunuh orang lain. Allah memberi tahu kita dalam Al Qur’an:

Sesuat yang bernyawa tidak akan mati, melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya….(QS Al-Imran: 145)

Ibrahim tidak mati, meskipun dia dilemparkan ke dalam api, karena saat kematiannya telah ditetapkan oleh Allah, dan belum tiba. Allah menyelamatkan Ibrahim dari api.

Dalam satu ayat, Allah mengisahkan kepada kita bahwa Ibrahim adalah manusia dengan sifat terpuji:

Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penuh kasih dan selalu kembali kepada Allah. (QS Hud:75)

Allah mencintai manusia yang sepenuh hati menyembah-Nya. Seperti dijelaskan oleh ayat ini, tidak ingkar, memiliki sifat terpuji, dan tunduk kepada perintah-perintah Allah adalah sifat-sifat yang disukai menurut pandangan Allah.

Muhammad SAW

Posted: 15 Juni 2009 in Nabi-nabi

Kita banyak mengenal Rasulullah, Muhammad SAW, karena beliau adalah nabi terakhir dan hidup baru sekitar 1.400 tahun yang lalu. Manusia mengubah-ubah dan mengaburkan agama yang diwahyukan oleh Allah sebelum beliau. Inilah sebabnya kitab terakhir (yang akan dipertanggungjawabkan oleh manusia di Hari Pembalasan) diwahyukan kepada nabi kita. Kitab ini memperbaiki semua kekeliruan yang diada-adakan dalam agama-agama sebelumnya. Allah menyampaikan bahwa Allah memberi perintah untuk hamba-hambanya melalui Al Qur’an.

Nabi SAW juga menghadapi banyak kesulitan ketika menyampaikan wahyu Allah kepada umatnya. Banyak tuduhan yang tak beralasan kepada beliau, meskipun beliau tidak meminta upah dari umatnya dan tidak mempunyai niat-niat duniawi.

Beliau terpaksa pindah dari Mekah, kota kelahiran beliau. Orang-orang Islam pertama yang mengikutinya juga dizalimi, beberapa di antara mereka bahkan disiksa dan mengalami perlakuan kejam. Tetapi Allah tidak membiarkan orang-orang yang tidak beriman membahayakan agama Islam, yang tetap tidak berubah hingga hari ini. Sesuai dengan janji Allah, setiap kata dalam Al Qur’an tetap sepenuhnya tidak berubah.

Seruan Nabi Muhammad SAW juga ditujukan kepada seluruh manusia yang hidup saat ini. Allah memerintahkan seluruh manusia untuk menghormati rasul-rasulnya. Dalam banyak ayat, Allah menegaskan bahwa menghormati para rasul berarti menghormati Allah. Oleh karena itu, menghormati nabi adalah salah satu hal yang terpenting dan utama dalam Islam. Ketaatan hati kepada perintah Nabi SAW tentu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah.

Dalam Al Qur’an, Allah menyampaikan kepada kita tentang sifat-sifat utama Nabi kita, yang menjadi teladan bagi semua manusia.

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, (dan ia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, (serta) amat mengasihi dan menyayangi Kaum Mukmin.” (QS At-Taubah:128)

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Ahzab: 40)

Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS Ali Imran: 164)

Dengan ayat-ayat yang dimulai dengan kata, ”Katakanlah…,” Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan wahyu Allah. Melalui ayat-ayat ini dan semua ayat lainnya, Nabi SAW menyampaikan wahyu-wahyu Allah kepada manusia. Istri beliau, A’isyah RA berkata, ”Akhlak beliau adalah Al Qur’an.” Maksud A’isyah adalah, Nabi SAW benar-benar menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman dalam segala perbuatannya, dan kita tahu bahwa hadits beliau adalah cara kita untuk menghormati Al Qur’an. Dalam salah satu ayat, Allah menyatakan bahwa hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah dan ingin mendapatkan pengampunan haruslah menghormati Rasulullah SAW:

Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran: 31)

Seperti disebutkan dalam ayat di atas, jika kita ingin agar Allah mencintai kita, kita harus patuh kepada seruan nabi dan dengan seksama mengamalkannya.

Isa AS

Posted: 15 Juni 2009 in Nabi-nabi

Allah telah menciptakan Isa AS dengan cara yang unik. Seperti halnya Nabi Adam, Allah telah menciptakan Isa tanpa seorang ayah. Ini difirmankan dalam Al Qur’an sebagai berikut:

Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia. (QS Ali-Imran: 59)

Dalam Al Qur’an, Isa AS disebut sebagai ”Putera Maryam”. Maryam adalah seorang perempuan terhormat yang dijadikan oleh Allah sebagai teladan bagi semua perempuan. Dia adalah perempuan suci dan hamba yang tunduk kepada Allah. Allah mengaruniakan Isa untuknya melalui malaikat Jibril, secara ajaib tanpa ayah, dan memberi kabar gembira kepadanya bahwa puteranya akan menjadi seorang nabi.

Allah menjadikan Isa seorang nabi dan menurunkan untuknya kitab Injil, salah satu kitab wahyu dari Allah untuk umat manusia. (Setelah Isa tidak ada, Injil juga telah diubah-ubah oleh manusia. Saat ini, kita tidak menemukan kitab Injil yang asli, dan kitab suci orang Kristen yang disebut Alkitab sebenarnya tidaklah bisa dipercaya seluruhnya.) Allah memerintahkan Isa untuk mengajak manusia ke jalan yang benar dan menganugerahkan kepadanya banyak mukjizat. Dia berbicara ketika masih berada dalam buaian dan menyampaikan kepada manusia tentang Allah. Isa juga memberi kabar gembira tentang Muhammad (Ahmad) SAW, utusan Allah yang akan datang setelahnya, yang difirmankan di dalam Al Qur’an sebagai berikut:

Dan ingaatlah ketika Isa putra Maryam berkata, ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah untukmu. (Aku) membenarkan kitab yang turun sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira tentang seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang bernama Ahmad (Muhammad). Maka ketika rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, ”Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Ash-Shaff: 6)

Dalam masa kehidupan Isa, sangat sedikit orang yang beriman kepada Isa dan membantunya. Musuh-musuh Isa berusaha membunuhnya. Mereka mengira bahwa mereka telah menangkap dan menyalib Isa. Padahal, dalam Al Qur’an Allah berfirman kepada kita bahwa mereka tidaklah membunuh Isa:

Dan karena ucapan mereka, ”Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, rasul Allah.” Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh adalah orang yang dijadikan serupa dengan Isa dalam pandangan mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar ragu tentang yang dibunuh itu.Mereka tidak yakin tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali dengan prasangka belaka. Mereka juga tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (QS An-Nisaa: 157)

Setelah Isa AS tidak ada lagi, musuh-musuhnya mencoba untuk mengubah wahyu yang dibawanya. Mereka mulai menggambarkan Isa dan Maryam sebagai makhluk yang memiliki kekuatan gaib, bahkan dianggap sebagai “tuhan-tuhan”. Saat ini pun, masih ada yang mempercayai keimanan palsu ini. Allah memberi tahu kita dalam Al Qur’an, melalui perkataan Isa sendiri, bahwa semua ini adalah keimanan yang keliru:

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’” Isa menjawab, “Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, dan aku adalah saksi untuk mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Maidah: 116-117)

Setelah Isa menghilang, jumlah orang-orang yang beriman kepadanya meningkat pesat, tetapi saat ini mereka berada di jalan yang sesat karena mereka mengikuti Alkitab, yang telah diubah-ubah dengan tambahan-tambahan dan pengurangan-pengurangan. Satu-satunya jalan yang lurus saat ini adalah jalan Nabi Muhammad SAW, yang disampaikan kepada kita, yang disebutkan dalam Al Qur’an, karena inilah satu-satunya wahyu Allah yang belum berubah.