Archive for the ‘Cerita’ Category

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. (QS. 18:60)

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.(QS. 18:65)

Kenapa Musa yang hebat itu, yang memiliki sembilan buah mu’jizat dan berbicara langsung dengan Allah di Puncak Sinai masih diperintahkan untuk berguru kepada Khidr? Ternyata Musa dianggap oleh Allah belum memiliki kualitas kesabaran yang semestinya. Apalagi dalam menghadapi Bani Israil yang terkenal sangat cerewet dalam beragama.

pada saat Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”(QS. 18:66)

Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”(QS. 18:67-68)

Sungguh mendalam sekali dialog dua orang Hamba Allah itu. Musa yang sedemikian hebat bisa diprediksi oleh Khidr tidak akan bisa bersabar mengikutinya, karena ilmunya belum cukup. Ternyata kesabaran bisa dilakukan jika seseorang memiliki ilmunya. Jika tidak maka dia hanya bisa menyabar-nyabarkan diri saja. Terpaksa bersabar.

Hal ini terbukti selama mengikuti Khidr Musa sering protes kepadanya, ketika saat Khidr melakukan sesuatu yang dianggapnya tidak masuk akal. Sedangkan sesuatu itu dikatakan masuk akal atau tidak bergantung kepada sejauh mana ilmu yang dimilki oleh seseorang. Karena itu Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan mengandalkan akal sehat untuk menjalankannya, agar semuanya berjalan dengan baik.

Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku” Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.  Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu’min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. 18: 71-82)

Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.(QS. 3:7)

Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?(QS. 11:24)

Wallahu’alam.


Melihat KEIMANAN Orang Lain

Posted: 6 Juli 2009 in Cerita

Banyak cerita dari para muallaf  di berbagai kota di Amerika, seringkali mereka menceritakan bahwa Pencipta langit dan bumi tidak mungkin mempunyai tujuan-tujuan picik dalam mewujudukan alam ini. Tidak mungkin Ia meciptakan langit seagung ini, tidak mungkin Ia menciptakan bumi sehebat ini, tidak mungkin Ia menyediakan air sebanyak ini, oksigen, buah-buhan yang warna-warni dan ciptaan-ciptaan lainnya yang tak terhingga, hanya untuk supaya manusia bermain-main saja!

“Coba bayangkan” kata seorang muallaf dengan semangat sambil memegang segelas air di tangan kanannya “bisa tidak, akal sehat kita menerima bahwa Allah menciptakan manusia sebanyak ini hanya untuk bersenang-senang dengan dosa-dosa, pindah dari wanita ke wanita, pindah dari bar ke bar, tertawa-tawa, mabuk-mabukan dan seterusnya? Apakah sepicik ini Ia menciptakan semua wujud yang ada?”

” Coba kau lihat ” katanya lebih lanjut ” bisa tidak manusia hidup kalau semua wujud di alam ini tidak ada yang mengatur? Tentu tidak! Lalu masuk akan tidak bahwa manusia hidup di muka bumi tanpa aturan? Masuk akal tidak bahwa Pencipta langit dan bumi tidak menurunkan aturan? Masuk akal tidak bahwa semua manusia boleh berbuat seenaknya? Tanpa mengikuti aturan-Nya?”

Pagi hari yang cerah di kota Houston membuat suasana semakin asyik. Namun setelah itu obrolan terputus karena hidangan harus segara kami nikmati. Aku belum sempat berkenalan lebih banyak dengannya. Namanya belum sempat aku rekam. Lalu setelah itu aku tidak sempat menemuinya lagi. Dalam benakku muncul ungkapan yang belum sempat aku katakan kepadanya: “Ini benar-benar pernyataan fitrah. Bahwa fitrah akan selalu berkata benar. Bahwa manusia tidak akan tersesat sepanjang mengikuti fitrahnya. Bahwa iman bukan semata pengakuan. Banyak orang yang mengaku beriman, tetapi kehidupan sehari-harinya tidak mengikuti fitrahnya. Allah swt diabaikan. Dosa-dosa dianggap biasa. Waktu setiap harinya habis hanya dengan main-main. Ibadah ditegakkan bukan sebagai kesadaran fitrah, melainkan sebagai formalitas ritual. Kita sangat membutuhkan kesadaran fitrah ini”.

“Setiap tahun orang-orang Islam merayakan hari raya idul fitri, tetapi di mana fitrah itu dalam keseharian mereka?

Sebab ternyata masih banyak di antara orang Islam yang saling mendzalimi? Masih banyak di antara orang Islam yang saling menipu? Tidak memberikan ketenangan kepada yang lain. Berkata bohong dan dusta? Mencuri kekayaan negara dengan tanpa merasa malu? Rakyat dibodohkan supaya mudah ditipu? Padahal mereka setiap hari menegakkan shalat? Setiap tahun berpuasa Ramadhan? Bahkan banyak yang sudah berkali-kali pergi haji? Tetapi masih saja fitrah mereka mati?”

“Sungguh kita sangat membutuhkan fitrah yang hidup? Bukan iman formalitas. Bukan Islam pura-pura. Kita butuh kejujuran Iman dan Islam. Tidak ada artinya iman jika ternyata sikap keseharian kita tetap menyepelekan Allah swt. Apa artinya mulut kita berkomat-kamit mengucapkan laa ilaaha illa Allah, sementara ajaran Allah swt diinjak-injak. Apa artinya wajah kita bersujud, mata kita, telinga kita, hati kita, kaki kita, tangan kita bersujud, sementara perilaku sehari-hari kita tidak ikut Allah swt.

Roda ekonomi yang kita jalankan menggunakan sistem riba. Halal-haram dikaburkan batasannya. Kemaksiatan dikoordinasi dalam paket-paket yang sengaja dilegalkan secara struktural. Padahal Allah swt jelas sekali mengharamkan dalam Al Qur’an. Kedzaliman politik ditutup-tutupi dengan diplomasi yang menjijikkan”.

Dalam hati aku berteriak mendengarkan pernyataan sang muallaf tadi. Dalam benak aku berkata: “Padahal itu baru masuk Islam, mengapa justru fitrahnya lebih hidup dari pada orang yang sudah bertahun-tahun mengaku muslim?

Apa yang salah dalam diri keumatan kita? Mengapa Islam lebih sebagai ritua-ritual yang mati di pojok masjid? Dimanakah Islam dalam diri kita sebagai pelaku bisnis? Sebagai pelaku politik? Sebagai pengusaha? Sebagai pedagang di pasar-pasar? Sebagai mahasiswa? Sebagai dosen? Sebagai pengelola pendidikan? Sebagai pejabat? Mengapa masih banyak orang Islam yang rajin shalat, puasa, haji tetapi masih rela makan harta haram? Masih rela berzina? Masih rela korupsi? Masih rela menipu orang lain?”

“Aku terharu dengan orang kafir yang menjadi muslim yang sejati. Malu rasanya diri ini yang telah ber-Islam sejak lahir tapi masih ragu dalam menjalankan Islam dengan kaffah”. Wallahu a’lam bishshawab.

Qumillail ya habibati…
Wake up honey…
Bangun sayang…
Udah jam tiga nih…
Ditungguin tuh ama Allah dari tadi,
Mau setoran engga ?…..

 
Kalimat singkat itu adalah SMS yang dikirimkan Ahmad kepada istri tercintanya hampir setiap dini hari menjelang terbit fajar ketika ia bertugas diluar kota. Ada penyesalan yang mendalam bila kehidupan malam terlewatkan oleh mereka begitu saja tanpa curhat, berkeluh-kesah, bermunajat, mengharap dan memohon kepada Sang Penguasa jagat, Sang Pemberi maaf dan Penerima taubat, kepada Sang Pengasih dan Penyayang. Serasa nikmat bila sedang terjaga dimalam hari tatkala banyak orang tidur dengan lelapnya. Kenikmatan itu mungkin takkan mereka rasakan bila Allah tidak menguji terlebih dahulu dan kemudian Dia selalu menyayangi dan membimbing  mereka kejalan-Nya.Tepat tiga tahun Ahmad menikah dengan istri tercinta. Khairani, yang  ‘dipacari’ hanya dalam tempo dua mingguan yang kemudian  dilamar, selang kurang lebih dua bulan tepatnya Sabtu 28 Desember 2002, mereka menikah. Sungguh masa ta’aruf (perkenalan) yang begitu singkat menurut ukuran remaja sekarang. Entah mengapa Ahmad merasa dialah istri yang Allah kirimkan kepadanya, hingga saat perjumpaan pertama  sudah ada rasa penasaran dan keyakinan yang mendalam dalam hatinya. Ia sosok yang berbeda, seorang wanita yang sholehah, tegar, dewasa, percaya diri, cerdas, manis, ceria dan ‘kekeh’ dalam pendirian, tempat curhat teman-temannya, sosok problem solver, sorot  matanya yang syahdu menjadikan Ahmad  salah tingkah dibuatnya dan yang unik mereka mempunyai kesamaan hobbi yaitu selalu membawa Al-Qur’an kecil dalam tas mereka dan sama-sama menyukai musik kitaro. Ia sosok wanita yang  dijumpainya lewat mimpi-mimpi pasca istikhoroh. Hampir 90% kriteria yang Ahmad harapkan dalam munajatnya ada pada dirinya.

Ternyata Allah menguji kesabaran, kasih sayang dan kesetiaan Ahmad dan istrinya secara bertubi-tubi, disaat mereka sedang menikmati indahnya ‘berpacaran’ pasca nikah, Allah menyapa mereka melalui kesulitan ekonomi, sakit maag,  asam lambung tinggi dan sakit di kepala  yang diderita istrinya. Gadis blesteran Betawi-Sunda yang besar di kampung orang ini, jantung hati Ahmad dan pendamping hidup yang selama beberapa tahun  dikenalnya ini seolah-olah berubah 180° menjadi orang lain dan asing, phsykisnya terganggu. Dia menjadi nerves, mudah labil, sering mengeluh, kekhawatiran yang berlebihan dan ketakutan yang tak beralasan, shalat tidak khusyu’. Menangis adalah solusi yang tercepat yang diambilnya kagak ngurus dimanapun dan kapanpun, pernah sampai beberapa malam tidak bisa tidur, entah pikiran apa yang merasuk  dibenak dan perasaannya , dia sendiri bingung untuk mengutarakannya, hingga kurus sekali badannya.  Allah menyapa Ahmad dan isterinya dengan ujian agar mereka tetap bersabar;

“Dan sesunguhnya kami akan menguji kalian, sehingga terbukti siapa diantara kalian yang melakukan jihad  sebenarnya
dan siapa yang sabar. Dan Kami akan menguji sepak terjang kalian.” (QS. Muhammad[47]; 31)

“ Ujian yang tiada henti-hentinya menimpa kaum Mu’min pria dan wanita, yang mengenai dirinya,
hartanya dan anaknya, tetapi ia tetap bersabar,
ia akan menemui Allah dlam keadaan tiada berdosa” (H.R. Turmudzi)

Subhanallah… Allah sangat sayang kepada Ahmad dan istrinya, mereka dibimbing-Nya dan diberi petunjuk agar lebih memahami pesan-pesan-Nya, untuk lebih bersabar dan bersyukur atas ujian tersebut, untuk lebih mendewasakan diri, untuk lebih dekat dalam mengenal dan mencintai-Nya, untuk saling mengenal dan memahami karakter kami yang sesungguhnya, untuk lebih bisa mengambil hikmah dibalik setiap kejadian, untuk lebih gigih dalam bekerja dan berusaha, untuk lebih banyak belajar tentang makna hidup dan kehidupan. Ahmad merasa bersyukur, karena Allah Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan tergores di dalam hati hamba-hamba-Nya menyapanya dengan ujian. Mari kita perhatikan hadits qudsyi yang diriwayatkan oleh imam Thabrani dari Abu Umamah r.a berikut: Allah berfirman kepada Malaikat-Nya: “Pergilah kepada hamba-Ku. Lalu timpakanlah bermacam-macam ujian kepadanya karena Aku mau mendengar suaranya”.

Al-hamdulillah hingga kini Ahmad terus memegang salah satu pesan penuh makna dari KH Imam Badri, mantan  Direktur KMI yang kini menjadi salah seorang Pimpinan PM. Gontor, beliau berpesan: “in shobarta ‘alal-asyaqqi qoliilan, istamta’ta ‘alal-aladzdzi thowiilan” , artinya : “Jika ananda bersabar dengan kesulitan dan kesusahan yang sebentar, maka kamu akan menikmati kelezatan yang panjang”.

Di Semarang, Ahmad mendapat nasehat yang sangat berharga dari Eyang Ikhwan, mertua temannya yang sudah dianggap seperti orangtuanya. Beliau berpesan: “ Bungah susah ayo podo dilakoni” yang bermakna: “Susah senang mari nikmati dan jalani bersama”.

David J. Mahoney, Pendiri Banyan System, Inc.(1983) Perusahaan yang bergerak di bidang system operasi jaringan dalam bidang bisnis dan kini menguasai hamper separuh pasar Amerika Serikat. Ia berkata: “ Agar punya pengalaman, anda harus terpentok dulu.. miliki pengalaman. Jika anda bisa bertahan berarti anda diajarkan bagaimana bangkit kembali”.

Dalam masa terapi istrinya , Ahmad  betul-betul menikmati dan tak henti-hentinya bersyukur atas bimbingan dan pertolongan-Nya, istrinya langsung di bimbing dan dikonseling oleh Allah swt, Dialah Allah, Dzat yang mempertemukan istrinya dengan Ust. Yusuf Mansur, seorang hafidz, penulis, anak muda yang gigih, ulet, futurist, pantang menyerah, dan lebih dewasa ketimbang umurnya, yang mengerti kejiwaan dan dijuluki orang dengan sebutan ‘Ustadz spesialis sedekah’.

Dialah Allah SWT, yang mempertemukannya dengan dokter Hari Wibowo, seorang ahli kejiwaan ternama di RS. Honoris Tangerang yang menumbuhkan kembali semangat dan motivasi istrinya . Allah jualah yang mempertemukannya dengan Kyai Sa’adih Al-Batawi, seorang Kyai “sedekah’ yang mempunyai majelis dzikir dan balai pengobatan robbani ‘ala Ibnu Sina yang ‘bebas pulsa’ bahkan ia kerap kali memberi ongkos pulang dan uang jajan kepada pasiennya, dengan dialek betawinya yang khas ia selalu menasehati pasiennya agar berserah diri seutuhnya hanya kepada Allah.

“Hasbunallah wani’mal wakieil Ni’mal maula wani’man nashier” ( Makasih Robb, Kau bimbing dan tunjukan kepada  kami jalan yang benar).

Suatu malam isteri Ahmad bermimpi saat  kerinduan yang sangat akan kehadiran anak titipan Allah dalam kehidupan berumahtangga mereka, saat ia sedang disapa Allah dengan penyakitnya, dalam tidurnya ia kedatangan seorang Kyai berjubah putih dan kepalanya ditutupi lilitan sorban putih, belum pernah ia kenal sebelumnya dengan rambut, kumis dan jenggotnya yang panjang dan putih semua, kulitnya  keriput, sorotan matanya tajam bak burung elang, tangannya mengenggam erat sebuah tongkat. Dalam mimpi tersebut istrinya tertegun dengan nasehat Kyai Misterius itu , dengan suaranya yang agak serak sang Kyai berkata : Qumillail !!!…”, sebuah kalimat perintah yang singkat, padat dan penuh makna. Sang Kyai langsung pergi begitu saja dan spontan sang isteri bangun dari tidurnya, sambil berucap :” subhanallah, walhamdulillah wala ilaha  illallahu wallahu akbar,walahawla walaquwwata illa bilahil ‘aliyyil’adzhim… terima kasih Tuhan Kau tak henti-hentinya membimbingku”

Sedari peristiwa itu mereka kembali menggalakkan tradisi yang dulu hanya dilakoni saat butuh kepada Allah saja, tradisi yang dulu sebenarnya dicanangkan dan diniatkan berdua sebelum menikah yaitu: Qiyaamul-lail, sunnah Nabi Muhammad SAW yang dalam salah satu haditsnya beliau berkata: “Hendaklah kamu melaksanakan shalat malam meskipun hanya satu raka’at”. Perintah Allah dalam Al-Qur’an yang diiming-imingi dengan maqomam mahmuda (tempat yang terpuji) sebagai ganjarannya. Tradisi orang-orang sholeh terdahulu yang selalu mengingat Allah  dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, mereka yang tidak pernah sombong dan senantiasa jauh dari tempat tidur selalu berdo’a , takut kepada Allah dan senantiasa berinfaq serta bersedekah.

Sebuah tradisi yang dilazimkan oleh beberapa orang zaman ‘saiki’ yang sukses dan diberkahi Allah dalam urusan dunianya. Mereka yang pada siang harinya bagai singa, dan malam bagai para pengibadah yang zuhud. Tradisi yang akan mengharmoniskan hubungan kita dengan Sang Kholiq dan juga sebagai penebus dosa-dosa yang kita lakukan, mencegah diri kita dari perbuatan dosa, dan mengusir bala dan obat bagi penyakit yang ada pada jasmani dan rohani kita. Tradisi yang akan membedakan orang-orang cerdas (alladzina ya’lamun) dan orang-orang yang bodoh (alladzina la ya’lamun). Tradisi yang akan menyebabkan seseorang masuk sorganya Allah dengan selamat, aman, tentram dan damai.

Suatu hari dalam majelis Rasulullah Saw, shahabat RA. Bertanya:
“ Ya Rasulullah!! Dosa-dosamu yang lalu dan akan datang telah diampuni oleh Allah, mengapa engkau harus bersusah payah dalam beribadah dan taat kepada Allah hingga tumitmu bengkak dan pecah-pecah?.
Rasulullah saw menjawab:
“Apakah tidak boleh aku bersyukur  atas segala karunia yang Allah berikan kepadaku, Dia yang menghidupkanku dari tiada menjadi ada,
Apakah tidak boleh aku bersyukur sementara Allah telah menganugerahkan kepadaku akal, pikiran, pemahaman dan kenabian,
Apakah tidak boleh aku bersyukur kepada Allah yang telah memberikanku taufiq dan bimbingan-Nya untuk selalu taat
Apakah tidak boleh aku bersyukur kepada Allah yang telah menerima taatku dan ibadahku” (Al-hadits)

Demikian Rasulullah SAW, seorang manusia luar biasa yang diberikan tempat terpuji disisi Allah (maqomam mahmuda) sebab akhlak mulianya dan keta’atannya kepada Allah,  yang dalam sehari semalam beristighfar minimal 70 kali, sedangkan kita,…. Siapa sih kita , apa sih kita dimata Allah ? Jaminan apa yang bisa kita banggakan ? Bahkan amal-amal kitapun terkadang masih diringi riya. Sungguh merugilah kita yang kehilangan saat-saat Allah menjenguk kita setiap sepertiga malam, saat Allah turun kelangit dunia ini, saat Allah bertutur :

“ Siapa yang berdo’a maka akan Aku kabulkan, siapa yang meminta akan Aku beri,
siapa yang mohon ampun atas dosa-dosanya akan aku ampuni”

Oleh itu saudaraku, marilah kita temui Allah setiap malam, kita nikmati indahnya kehidupan malam saat Sang Kholiq menjenguk kita dan menawarkan solusi atas segala problematika hidup kita. Kita jumpai dan ingat Allah saat malam hari maka Allah akan menjumpai dan mengingat kita saat siang hari, kita libatkan dan ingat Allah saat senang kita maka Allah akan mengingat kita saat kesedihan menimpa dengan memberi solusi yang terbaik. Amien…


Munajat.

Nastaghfirullah min kulli dzambin ‘adzim wanatuubu ilaihi taubatan nashuuha,
Ya Allah, kami memohon maghfiroh-Mu atas sebesar apapun dosa-dosa yang kami lakukan dan kami bertaubat atasnya dengan sebenar-benarnya taubat.
Terimakasih Ya Allah…,
Wahai Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang
Kau berikan kepadaku
Pendamping  yang sesuai kriteriaku dan terbaik menurut-Mu
Peliharalah cinta,  kasih sayang, ketenangan bathin antara kami
Jadikanlah kami pasangan di dunia dan akhirat….
Ya ilahi berikanlah kepada kami keturunan yang baik
Mereka yang cinta dan ta’at kepada-Mu, Rasul-Mu dan kepada kami
Mereka yang menjadi buah cinta dankasih sayang  kami,
Mereka penerus perjuangan dan cita-cita kami
Mereka yang mendo’akan kami
tatkala jasad kami bersatu dengan asalnya
Ya robb….
Jadikan kami hamba yang senantiasa bersyukur
Atas segala karunia yang Kau anugerahkan kepada kami
Jadikan kami hamba yang senantiasa bersabar
Atas segala ujian yang Kau alamatkan kepada kami
Kokohkan iman dan islam dalam hati kami
Sehinga kami terus menikmati saat-saat indah disetiap malam
Dikala Engkau menjenguk kamiDikala Engkau menyapa lara kami
Dikala Engkau menanti do’a kami
Dikala Engkau berjanji akan mengampuni dosa-dosa kami
Wahai Tuhan…
Kami yang hina dan nista ini, Jiwa kami yang berlumuran dosa ini
Datang bermunajat kepada-Mu, Datang mengharap kepadamu
Datang ingin curhat kepada-Mu, Datang ingin berdekatan dengan-Mu
Datang dengan membawa 1001 dosa dan kesalahan
1001 masalah dan problematika hidup
serta  1001 permohonan dan harapan

Dakwatuna

Sebuah Kisah dari Sang Ustadz


“Ustadz, saya tidak percaya lagi kalau Allah itu ada,
saya tidak percaya kalau Allah Maha Adil”

Sang Ibu marah sambil meneteskan air mata, ya… air mata kekecewaan karena ‘derita’ yang dirasakannya tak kunjung usai bahkan kian hari kian bertambah. Padahal saudara, ia sudah berumah tangga hampir tiga belas tahun lamanya, sudah dikaruniai tiga orang anak, penghasilan suaminya diatas UMR (upah minimum regional), cuma yang membuatnya sedih dan kadang kecewa pada Allah ialah sebab dia dan suaminya masih jadi ‘kontraktor’ (pindah-pindah kontrakan), saudara-saudaranya selalu menyindirnya dengan kalimat yang membuatnya sakit hati. Penderitaan kian memuncak tatkala ia harus dengan terpaksa meminjam uang kepada rentenir yang bunganya segunung, semua dilakukan dengan dalih meringankan beban suami dalam membiayai makan dan pendidikan sekolah anak-anaknya. Semua dilakukan tanpa sepengetahuan suami yang merasa sudah cukup memberi nafkah lahir dan batin.

Entah siapa yang salah, hingga suatu hari terkuaklah oleh sang suami bahwa sang isteri punya hutang begitu banyak diluar sepengetahuannya. Sang suami marah, maka terjadilah perang ‘Barata Yudha’. Tak ada yang mau mengalah, semuanya merasa benar. Akhirnya mereka datang kepada saya –setelah melihat acara live dakwah di salah satu stasiun Televisi tentang keajaiban sedekah- untuk curhat dan menjadi orang ketiga yang diharapkan dapat memberikan jalan keluar. Kalimat yang keluar pertama dari mulut sang isteri adalah : “Ustadz, saya engga percaya lagi kalau Allah itu ada, saya engga percaya kalau Allah Maha Adil, saya malas shalat wajib apalagi dhuha dan bangun malam, habisnya engga pengaruh bagi kehidupan kami”.

Spontan langsung menyuruhnya ‘ngaca diri, dengan nada sedikit meninggi saya berkata: “coba ibu lihat tangan ibu, apa pernah bersyukur masih diberi tangan kanan dan kiri yang bisa bergerak, coba lihat kaki ibu, apa pernah bersyukur udah dikasih dua kaki yang bisa dipakai berjalan, coba ibu mikir deh,… pernah engga ibu bersyukur udah dikasih mata yang bisa melihat, telinga yang bisa mendengar, masih di kasih kesempatan bernafas, udah dikasih suami, udah di amanatin tiga anak oleh Allah!…”

Air matanya langsung menetes, sang suami hanya tertunduk diam tanpa keluar sepatah katapun dari mulutnya. Ditengah keheningan suasana saya langsung suruh mereka shalat taubat dan shalat dhuha serta membaca surat Al Baqaarah [2] ayat 255:

”Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Hidup Kekal lagi Berdiri sendiri. Dia tidak mengantuk dan tidak tidur kepunyaannya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa seizin-Nya? Dia mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan apa-apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi (kekuasaan)-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. Al-Baqaarah [2]: 255)

Selesai shalat dia dan suaminya merasakan ada ketenangan dan kesejukan bathin dalam hati, seperti musafir yang kehausan di padang pasir lalu merasakan nikmatnya seteguk air. Saya hanya berpesan agar mereka selalu menjaga shalat, pasrah, tawakkal, sabar, dan senang bersedekah dan menyapa kesusahan orang lain dengan berbagi kebahagiaan, membiasakan komunikasi antar keduanya dan tidak ada negatif thinking antara keduanya apalagi terhadap Allah.

Pada hari yang bersamaan Allah mengajarkan kepada saya tentang kebaradaan-Nya, bahwa Dia tidak pernah tidur, Dia memang ada dalam kesedihan dan kesulitan kita bila kita yakin dan mau datang kepada-Nya. Siang itu saya harus ngajar di kelas training yang sedang berlangsung di Pondok kami, sebelum ngajar saya ke toilet untuk buang air kecil, ketika hendak keluar saya bingung karena pintu terkunci dan sulit di’akalin’, sementara saya tidak bawa handphone untuk menghubungi orang di luar sana sekedar minta bantuan, lalu saya ingat dengan ilmu wisatahati kalau punya masalah kenapa tidak datang kepada Allah saja. Langsung saya mengambil air wudhu dan pasrah kepada Allah, tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya ide untuk membuka engsel pintu yang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya ketika saya fokus di kunci pintu. Subhanallah…, begitu mudah terbuka. Hal tersebut menambah keyakinan saya bahwa Allah memang ada dan bersama kesusahan kita bila kita mau mendatangi-Nya. Allah mengajarkan pula tentang kisah Ibrahim AS, ketika selepas shalat saya membuka Al-Qur’an ternyata pas terbuka surat Al-Baqaarah ayat 260, sebagai berikut:

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “ Hai Tuhanku, perlihakanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang mati”. Apakah Engkau belum percaya?” Ibrahim menjawab,” Aku percaya akan tetapi untuk menenangkan hatiku.” Allah berfirman,” ambillah empat ekor burung, maka jinakkanlah burung-burung itu, kemudian letakkan di atas tiap-tiap bukit bagian dari burung-burung itu, maka panggillah burung-burung itu, niscaya semuanya datang kepadamu.” Dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Saudara, semoga sekelumit kisah ringan di atas dan kejadian-kejadian apapun yang kita hadapi menambah keimanan kita kepada Allah dan jangan lupa sebelum jauh-jauh mencari solusi, datangi dulu Allah, perbaiki hubugan kita dengan Allah dan perbaiki pula hubungan kita dengan makhluk-Nya.

Selamat merubah diri kearah kebaikan dengan berbekal keimanan yang kokoh dan tawakkal setelah ikhtiar duniawi kita lakukan.