Archive for the ‘Umum’ Category

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. (QS. 18:60)

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.(QS. 18:65)

Kenapa Musa yang hebat itu, yang memiliki sembilan buah mu’jizat dan berbicara langsung dengan Allah di Puncak Sinai masih diperintahkan untuk berguru kepada Khidr? Ternyata Musa dianggap oleh Allah belum memiliki kualitas kesabaran yang semestinya. Apalagi dalam menghadapi Bani Israil yang terkenal sangat cerewet dalam beragama.

pada saat Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”(QS. 18:66)

Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”(QS. 18:67-68)

Sungguh mendalam sekali dialog dua orang Hamba Allah itu. Musa yang sedemikian hebat bisa diprediksi oleh Khidr tidak akan bisa bersabar mengikutinya, karena ilmunya belum cukup. Ternyata kesabaran bisa dilakukan jika seseorang memiliki ilmunya. Jika tidak maka dia hanya bisa menyabar-nyabarkan diri saja. Terpaksa bersabar.

Hal ini terbukti selama mengikuti Khidr Musa sering protes kepadanya, ketika saat Khidr melakukan sesuatu yang dianggapnya tidak masuk akal. Sedangkan sesuatu itu dikatakan masuk akal atau tidak bergantung kepada sejauh mana ilmu yang dimilki oleh seseorang. Karena itu Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan mengandalkan akal sehat untuk menjalankannya, agar semuanya berjalan dengan baik.

Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku” Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.  Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu’min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. 18: 71-82)

Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.(QS. 3:7)

Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?(QS. 11:24)

Wallahu’alam.


 

Apakah Dzikir, Do’a dan Shalat yang kita lakukan sudah khusyuk? Dan bisakah kita mengukur khusyuk? Pertanyaan demikian agar kita benar-benar bisa menjadi hamba yang mantap dalam beribadah.

Allah SWT telah mengajarkan cara mencapai  kekhusyukan dan sekaligus mengukurnya. Dalam beberapa ayat Allah SWT menyinggung masalah kekhusyukan diantaranya

QS. Al Baqarah (2) : 45-46

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Ayat di atas menerangkan bahwa yang dimaksud dengan khusyuk adalah orang-orang yang meyakini mereka akan bertemu dengan Tuhannya saat berkomunikasi, dan suatu ketika akan kembali bertemu dengan-Nya.

Seseorang bisa disebut khusyuk, jika ia menyadari penuh dengan keyakinan bisa bertemu dengan Allah. Baik saat dzikir, do’a dan shalatnya. Bahkan saat nanti ketika ia meninggalkan dunia ini. Jadi orang yang tidak memantapkan hatinya akan bertemu dengan Allah disebut tidak khusyuk.

Untuk mencapai kekhusyukan tidak bisa instant, melainkan melalui proses kepahaman sampai  memperoleh keyakinan. Bahwa Allah bisa ditemui kapanpun dan dimanapun. Keyakinan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Allah meliputi semua makhluk-Nya termasuk manusia. Kita harus memahami konsep Tauhid secara holistic, jika tidak maka tidak akan bisa mencapai kekhusyukan.

QS. Al Israa’ (17) : 106-110.

“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
108. dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.”   Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.   Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya  dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”

Kekhusyukan berkaitan erat dengan kepahaman terhadap Alqur’an. Karena itu Allah menurunkan Alqur’an secara berangsur-angsur. Kemudian disuruh membaca dan memahaminya secara perlahan-lahan.

Berdasarkan proses pembelalajaran tersebut, lantas kita bisa meyakini dan beriman kepada Allah SWT. Bagi orang yang berilmu akan gemetar membaca Alqur’an, karena Alqur’an berisi ilmu pengetahuan tingkat tinggi, kemudian tersungkur dan sujud kepada Allah.

Orang-orang yang beriman akan selalu bertasbih dan mensucikan Allah semata. Dan bertambah mantap keimanannya dengan kebenaran Allah. Mereka akan tersungkur kemudian menangis sambil bersujud dan bertambah khusyuk dalam ibadahnya.

Jadi substansi dari kekhusyukan adalah paham tentang Allah, kenal, yakin bisa bertemu dengan Allah dan yakin bakal kembali kepada-Nya. Bertasbih, bersujud sampai meneteskan air mata, berdzikir dan berdo’a dengan suara yang lembut.

Pelajaran dari nabi Zakaria, dia melakukan  kekhusyukan beribadah kepada Allah dengan cara bersegera berbuat baik dan harap-harap cemas ketika berdo’a.

QS. Al Anbiyaa’ : (21) : 90.

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”

Dalam bahasa sederhana khusyuk adalah perasaan bisa bertemu dengan Allah saat berdo’a, berdzikir dan shalat. Bukan berarti bisa melihat dan mendengar dengan panca indra. Ketika bisa ‘CURHAT’ kepada pemilik alam semesta ini, mencurahkan gundah gulana, keluh kesah, mohon bantuan dari segala kesulitan. Ketika seseorang merasa plong dan ringan setelah curhat kepada Allah berarti Insya Allah ia telah bertemu Allah dan  ia termasuh orang-orang khusyuk.

Saat melakukan Dzikiri berguna  untuk menyambung jiwa kita dengan Allah SWT. Melatih supaya selalu bisa bertemu dan  akhirnya merasa selalu bertemu dengan-Nya. Sedangkan isi dzikir kita adalah memuji kebesaran Allah, memuji kekuasaan-Nya, Memuji Keagungan-Nya, dan meng-ESAkan-Nya. Sedang berdo’a adalah untuk meminta segala kebutuhan seorang hamba kepada khaliq-Nya.

Jika kita sudah merasakan bertemu dengan Allah, maka sebenarnya kita sudah melakukan ibadah dengan khusyuk. Dan kekhusyukan itu akan membekas, walaupun sudah selesai dzikir, do’a dan shalat. Itulah khusyuk yang sebenarnya. Khusyuk di dalam shalat dan khusyuk di luar shalat. Inilah ukuran khusyuk, walaupun bersifat kualitatif.      

Orang yang khusyuk adalah orang yang jiwanya sedang tenang, tawadhu’, sabar, ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT. Sebaliknya orang-orang yang tidak khusyuk adalah orang-orang jiwanya sedang kacau, stress, bergejolak, egois, memberontak dan sebagainya.

Dua kondisi tersebut akan menghasilkan getaran yang bertolak belakang. Orang yang khusyuk akan menghasilkan gelombang yang lembut. Hati dan perilakunya lembut. Orang itu akan menyenangkan dan menyejukkan orang-orang yang berada di sekelilingnya.

Sementara orang yang tidak khusyuk, akan menyebarkan kejelekan di tengah masyarakat. Hati dan perilakunya akan kasar dan akan merugikan orang-orang yang berada di dekatnya.

Mudah-mudahan kita termasuk orang yang khusyuk dalam dzikir, do’a dan shalat. Dan kita digolongkan hamba-hamba-Nya yang khuyuk……….. Amin. Wallahu’alam.    

QS. An Naazi’at (79) : 27-28.

“Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya.”

Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan sempurna. Alam semesta jauh lebih rumit dan raksasa jika dibandingkan badan manusia. Badan manusia hanya merupakan sebagian saja dari system alam semesta. Manusia hanya menjadi salah satu system penyusun alam semesta ini.

Jika boleh kita umpamakan dengan system jaringan computer, maka alam semesta adalah computer induk. Pusatnya ada di Arsy Allah. Disanalah terdapat prosesor utamanya. Sebuah system memori yang disebut Lauh Mahfuzh. Disinilah semua peristiwa tersimpan.

Sedangkan manusia bagaikan sebuah computer kecil yang terhubung ke sistim jaringan computer alam semesta. Kita bisa mengakses masuk ke system jaringan jika kita menyamakan system operasinya terlebih dahulu dan memiliki passwordnya atau kata sandi.

Jika tidak, maka kita akan terkungkung dalam diri sendiri. Tidak bisa masuk ke jaringan alam semesta. Ibarat bagi pengguna handphone, berada di luar service area, di luar jangkauan.

Meskipun secara fisik kita sudah berada di alam semesta, jika tidak bisa nyambung secara informasi, kita akan terasa jauh dari siapa-siapa. Jauh dari mana-mana. Persis seperti orang yang membawa handphone tetapi sedang terkungkung pada suatu gedung bertingkat sehingga tidak memperoleh sinyal. Dalam istilah Alqur’an kita berada jauh dari Allah SWT.

QS. Ibrahim (14) : 3.

“(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.”     

Orang yang terjebak pada kehidupan dunia adalah orang-orang yang tersesat jauh. Karena ia terpaku pada realitas fisik saja. Padahal realitas kehidupan ini bukan hanya itu. Ada yang bersifat lahiriah dan ada yang batiniah.

Orang-orang yang terjauhkan dari informasi Al-Qur’an disebut jauh dari Allah dan tersesat. Padahal, sebenarnya Allah itu dekat, cuma kita saja yang berada di luar service area. Karena kita tidak menggunakan password untuk masuk jaringan computer alam semesta.

Pada saat seseorang yang berdzikir pada Allah, ketika itu ia memiliki password bisa masuk ke jaringan universal. Masuk pada sebuah system informasi canggih yang bebas hambatan. Frekuensi getaran jiwanya nyambung dengan frekuensi alam semesta.

Maka, pada saat kita sudah terhubung dengan jaringan pusat, kita bisa melakukan kontak dengan miliaran computer lainnya, seperti berada dalam jaringan internet.

Betapa dahsyatnya kecepatan informasi dalam jaringan alam semesta ini. Bandingkan dengan kecepatan pengiriman informasi dewasa ini. Yang paling rendah lewat internet, hanya sekitar puluhan ribu atau ratusan ribu bit per detik. Yang lebih tinggi lewat jaringan satelit bisa mencapai jutaan bit per detik. Bit adalah unit terkecil dari informasi.

Jaringan informasi alam semesta lebih dahsyat lagi. Kecepatannya ribuan sampai jutaan kali lebih hebat. Allah mengatakan satu  hari sama dengan 1000 tahun. Dan suatu ketika bisa mencapai satu hari 50.000 tahun.

QS. As Sajdah (32) : 5.

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”

QS. Al Ma’arij (70) : 4.

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.”

Saat kita melakukan ibadah dan dzikir dibutuhkan keikhlasan dan kekhusyukan. Jika tidak, maka kita tidak bisa masuk dan mengakses system informasi yang ada.   Karenanya jangan heran jika banyak do’a-do’a kita yang tidak terkabulkan. Disebabkan tidak bisa menyelaraskan kondisi jiwa dengan system alam semesta. 

Adapun orang-orang yang sudah punya password, kemudian bisa masuk ke jaringan informasi  yang sangat canggih ini.  Ia bebas mengakses data yang disukai. Dengan data ini ia semakin faham hakekat kehidupan manusia. Sehingga tubuh orang-orang yang memahami data tersebut menjadi gemetar karena takut kepada Allah.  Sebaliknya tubuhnya menjadi tenang saat mengingat Allah SWT.

QS. Az-Zumar (39) : 23.

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.”

Wallahu’alam.

Allah telah menyampaikan informasi yang benar dan tegas di dalam Alqur’an, bahwa tauladan yang paling baik ada pada diri Muhammad saw. Dialah manusia yang menerima  kitab bernama Alqur’an.  Dan selain Rasulullah saw tidak bisa dijadikan tauladan yang baik, kecuali para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad..

Kenapa demikian?  Karena Rasulullah  telah teruji kepribadian dan Akhlaknya. Lantas, Allah  memilih beliau untuk menyampaikan misi kerasulan kepada umat manusia hingga akhir zaman. Kedatangan Rasulullah saw sangat ditunggu-tunggu bagi orang yang mengharapkan Rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat.

QS. Al Ahzab (33) : 21.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Keteladanan yang paling sempurna tentang apa yang diajarkan Allah ada pada keteladanan yang telah dicontohkan Rasulullah. Sedangkan pada Nabi dan Rasul sebelum Muhammad juga terdapat ketauladanan yang baik. Yaitu pada diri Ibrahim dan orang-orang bersama dengannya.

QS. Al Mumtahanah (60) : 4.

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah.” (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.”

Jika kita bercermin dan mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw, tentu akan memberikan inspirasi dan tuntunan yang paling jelas. Tuntunan utama adalah Alqur’an dan penjabarannya ada pada diri dan prilaku beliau.

Sungguh luar biasa apa yang ada pada diri Rasulullah itu, sampai-sampai Allah yang menjamin kebersihan dan kebenaran akhlaknya. Bagaimana akhlak Rasulullah itu?

Akhlak pribadi. Sangat sulit mencari bahkan tidak ada tandingannya akhlak beliau. Aisyah pernah berkata : “Rasulullah itu bagaikan Alqur’an berjalan”. Apa yang diperintah Alqur’an,  itu yang dijalankan.

Sangat banyak teladan yang bisa dipraktekkan dari Rasulullah saw diantaranya : jujur, adil, dipercaya, rendah diri, sulit marah, mudah memaafkan, selalu mendahului orang lain, kasih sayang, sangat perhatian dan seluruh perilaku kehidupan. Beliau telah menjalankan Alqur’an dan bukan sekedar  teori saja.

Sudahkan kita sebagai pengikut Muhammad menjalankan Alqur’an sebagaimana Rasulullah? Jika belum, masihkah kita berharap umat ini menjadi teladan? Perlu kita ingat, bahwa keberhasilan Rasulullah dalam mengajak orang-orang kafir masuk Islam karena akhlak beliau.

Perjuangan Rasullah pada saat memulai dakwah  sangat berat. Beliau memulainya dengan single fighter, berjuang sendirian. Namun dengan akhlak pribadinya telah menjadikan dakwah berkembang dengan pesat. Bahkan hingga hari ini jumlah umat Islam lebih dari satu miliar yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Itulah keberhasilan Rasulullah, beliau tidak saja membaca Alquran tetapi langsung mempraktekkannya.

Akhlah berkeluarga. Bagi orang-orang yang telah berkeluarga, maka Rasulullah teladan yang terbaik. Beliau tidak pernah berkata kasar kepada isteri dan anaknya. Bahkan pembantunya bernama Anas ra. telah mengabdi kepada beliau selama 10 tahun, mengaku tidak pernah Rasulullah berkata kasar apalagi menghardik.

Beliau bertutur kata lembut  dan suka mencium anak-anak. Dalam suatu riwayat diceritakan beliau mencium cucunya Hasan ibnu Ali. Seorang lelaki bernama Aqra’ Ibnu Habis berada bersama beliau kemudian berkata, “saya punya anak sepuluh, tapi saya tidak pernah mencium satu pun dari mereka.” Rasulullah memandang Aqra’, dan kemudian mengatakan, “Orang yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi.”

Sungguh banyak keteladan yang telah diberikan Rasulullah dalam kehidupan berumah tangga.

Akhlak bermasyarakat. Dalam bermasyarakat Rasulullah bisa merangkul semua elemen masyarakat. Bukan malah terjebak dan terkotak-kotak dalam golongan tertentu.

Beliau  mencontohkan dimulai dari keluarga, kemudian ditularkan pada tetangga. Beliau menghargai dan mengasihi tetangga tanpa membeda-bedakan secara ekonomi, sosial, politik, agama dan ukuran lainnya.

Rasulullah   berpesan kepada kita, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia bersikap baik kepada tetangganya.” Banyak yang telah diteladankan Rasulullah dalam rangka memuliakan tetangganya dalam bermasyarakat. Sampai-sampai Allah memuji akhlah beliau.

QS. Al Qalam (68) 4.

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Meskipun begitu, beliau tidak gila hormat dan tidak mau dipuji-puji para sahabat secara berlebihan.

Akhlak berpolitik. Tujuan politik Rasulullah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur dalam ridha Allah. Beliau menjalankan politik bersih penuh dengan keadilan dan kasih sayang. Sangat berbeda dengan berpolitik zaman modern ini,  cara berpolitik untuk berebut kekuasaan.

Suatu ketika sedang shalat Fajar berjamaah di Hudaibiyah. Tiba-tiba datang serombongan kaum kafir menyerbu. Akhirnya mereka tertangkap oleh kaum Muslimin. Tapi Rasulullah membebaskan mereka tanpa tebusan apa-apa.

Pada saat penaklukan kota Mekkah Rasulullah memberikan pengampunan kepada orang-orang kafir Quraisy yang pernah menyakiti dan mengusir kaum Muslimin. Beliau adalah orang yang mudah memaafkan.

Begitulah Rasulullah, orang yang sangat menghargai manusia lain dan kemanusiaan. Walaupun berbeda politik, berbeda suku, berbeda bangsa bahkan berbeda agama. Sejak awal Islam disyi’arkan oleh Rasulullah dengan damai dan akhlak yang mulia.

Ternyata Rasulullah menjadi tauladan pada segala bidang dan sisi kehidupan. Tidak ada satupun manusia yang bisa menyamainya. Maka pantas beliau dijadikan sebagai teladan yang baik yang pernah hadir di muka bumi. Semoga kita senantiasa mentauladani akhlak Rasulullah dalam bersikap dan bertingkah laku dalam menyampaikan dakwah dan menjalankan syariat Allah………….. Amin. Wallahu’alam.